Penelusuran Benang Merah

Penelusuran Benang Merah merupakan buku pertama dalam seri Sherlock Holmes yang mengisahkan perkenalan Dr. John Watson dengan sang detektif. Ya, belum lama ini aku telah menyelesaikan membaca novel tersebut. Membutuhkan waktu yang cukup lama, memang. Bukan karena ceritanya membosankan atau bukunya tebal, tetapi karena sifat procrastinator yang ada pada diriku, sehingga membuatku sulit untuk berkomitmen dalam menyelesaikannya. Halah.

Perlu aku sebutkan di awal, ini bukanlah pertama kalinya aku membaca novel tersebut. Aku pernah membacanya ketika aku masih duduk di bangku SMP—jika ingatanku tidak salah. Bocah SMP membaca novel Sherlock Holmes? Ha! Ya, aku meminjamnya dari taman bacaan di dekat rumahku, karena tertarik oleh karakter Sherlock Holmes yang pada mulanya aku ketahui dari sebuah buku komik berjudul Detektif Conan. Di dalam komik tersebut dijelaskan bahwa sang tokoh utama, Shinichi Kudo, adalah seorang remaja SMA yang sangat mengidolakan Sherlock Holmes. Well, karakter fiktif yang mengidolakan karakter fiktif lainnya.

Beranjak dari kesukaanku terhadap komik Detektif Conan, aku pun mencoba untuk membaca novel Sherlock Holmes. Kuakui, aku lebih suka membaca komik yang penuh dengan gambar daripada novel yang penuh sesak oleh tulisan. Ibuku selalu mendorongku untuk membaca lebih banyak cerita dalam bentuk tulisan dengan cara membelikanku buku cerita semisal Goosebumps. Aku suka Goosebumps, tapi aku lebih suka membaca Lupus pada waktu itu. Hahaha. Sayangnya, ibuku menganggap bahwa Lupus tidak mengajarkan tata bahasa yang baik dan benar. Yah, beliau tidak salah, sih.

Kembali kepada Sherlock Holmes. Seperti yang telah aku sebutkan di atas, pada novel Penelusuran Benang Merah ini, kita akan dipertemukan dengan dua tokoh utama, Dr. John Watson dan Sherlock Holmes, bagaimana awal mula perkenalan mereka, serta tentang kasus pertama yang mereka tangani bersama. Novel ini menyuguhkan beberapa hal yang menarik, dan yang paling menggelitik adalah ketika Sherlock Holmes mencela kedua tokoh detektif rekaan lainnya, Dupin dan Lecoq. Karakter fiktif yang mencela karakter fiktif lainnya. Lucu, 'kan? Oh, iya. For the record, aku sama sekali tidak mengetahui apa pun tentang kedua tokoh detektif yang diejek oleh Sherlock Holmes tadi.

Penelusuran Benang Merah juga memperkenalkan kepada kita senjata utama Sherlock Holmes dalam memecahkan kasus-kasusnya, yakni ilmu deduksi. Sebagai contoh, dengan menggunakan daya pengamatan yang tajam dan deduksi miliknya, Sherlock Holmes mampu mengetahui profesi dan sedikit latar belakang Dr. Watson ketika pertama kali mereka berjumpa. Bagaikan sebuah komputer, dengan menangkap segala informasi yang ada di hadapannya dalam waktu singkat, Sherlock Holmes mampu merangkaikan data-data yang diterimanya menjadi sebuah hasil akhir yang komplet dan valid. Sungguh luar biasa. Sepertinya terlihat sederhana, namun tanpa "basis data" dan "prosesor" yang canggih di dalam otaknya untuk mencerna dan mengolah segala informasi tersebut, rasanya mustahil untuk memecahkan kasus dalam novel Penelusuran Benang Merah ini dalam waktu singkat.

Kasusnya sendiri sangat menarik. Sesosok mayat ditemukan di sebuah rumah kosong. Tidak terdapat luka sedikit pun pada tubuh si mayat yang juga berarti tidak ditemukan senjata pembunuhnya. Tidak ada saksi mata. Pelakunya tentu saja masih berkeliaran di jantung kota London. Jangankan memikirkan bagaimana cara menemukan pelakunya, membayangkan sosok pelakunya saja sudah sulit. Namun, tidak bagi Sherlock Holmes. Dengan pengamatan dan deduksinya, dia membuat segalanya menjadi terang benderang dengan sangat mudah. Huh.

Yah, kasusnya memang sangat menarik. Namun, menurut pendapat dari seseorang—aku lupa siapa, ada yang beranggapan bahwa novel Penelusuran Benang Merah ini memiliki cela. Kesalahan terbesar dari novel Penelusuran Benang Merah adalah pembaca tidak dilibatkan dalam proses investigasi yang diceritakan dalam novel ini. Kita tidak diberitahu sedari awal mengenai apa yang Sherlock Holmes temukan ketika memeriksa TKP. Kita juga baru belakangan diberitahu bagaimana cara Sherlock Holmes mendapatkan nama sang pelaku. Padahal, konon—entah menurut fatwa siapa dan dari mana—novel misteri yang menarik adalah yang mengikutsertakan pembaca dalam mengungkap misteri dan memburu pelakunya. Penelusuran Benang Merah tidak menyuguhkan hal semacam itu kepada pembacanya.

Tetapi, aku bisa memahami mengapa demikian. Seri Sherlock Holmes dianalogikan sebagai catatan yang ditulis oleh Dr. John Watson selama petualangannya bersama sang detektif tersohor itu. Oleh sebab itu, maka wajar apabila Sir Arthur Conan Doyle tidak menuangkan petunjuk-petunjuk yang didapatkan Sherlock Holmes pada awal cerita, karena memang demikianlah "kejadiannya" ketika Dr. Watson "hadir" di sana. Dr. Watson hanya menuliskan gambaran yang didapatkannya ketika bersama Sherlock Holmes. Sherlock Holmes sendiri lebih senang membahasnya secara mendetail setelah kasus selesai. Kita juga tahu bahwa Sherlock Holmes tidak suka berbagi cerita ketika sedang "asyik" bekerja. Begitu. Ngerti ora maksudku? Nah, menurutku, di sinilah letak kehebatan Sir Arthur Conan Doyle.

Anyway, novel ini bagus, kok. Yah, ceritanya mungkin bisa dianggap sudah kuno, karena setting-nya sekitar tahun 1880-an. Namun, banyak hal menarik yang bisa kita temui di dalamnya. Bacalah, terutama untuk para penggemar baru Sherlock Holmes yang diperkenalkan oleh Robert Downey Jr. atau Benedict Cumberbatch.

Komentar

  1. Happy Sherlock Holmes day!!!

    www.techtimes.com/articles/159937/20160521/sherlock-holmes-day-10-facts-you-might-not-know-about-the-worlds-greatest-detective.htm

    BalasHapus
  2. Oh, iya! Kok, aku nulisnya James Watson, yak? Siapa pulak itu. Hahahaha!
    Duh, pas itu aku lagi mikirin apa, sih?

    BalasHapus
  3. Ini ndak ada tempat nyampah kayak dahulu kala kah?

    BalasHapus

Posting Komentar