Pendakian Gunung Ceremai

Gunung Ceremai (seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") adalah gunung berapi kerucut yang secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Nama gunung yang memiliki ketinggian 3.078 meter di atas permukaan laut ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat. (Sumber: Wikipedia)

Pada hari Jumat, tanggal 22 Januari 2016, aku bersama dengan 5 orang teman-temanku berangkat dari kantor menuju Terminal Kampung Rambutan. Waktu sudah meunjukkan pukul 21:30. Seharusnya kami sudah berada di Terminal Kampung Rambutan pada pukul 21:00 tadi. Namun, karena satu dan lain hal, jadwal keberangkatan kami dari kantor pun terpaksa molor.

Sesampainya di Terminal Kampung Rambutan, sudah menunggu teman-teman yang lain. Total dalam rombongan kami ada 19 orang. Banyak sekali, ya. Jika pada pendakian-pendakian sebelumnya kami biasa menempuh perjalanan dengan menggunakan bus, kali ini kami memutuskan untuk menyewa sebuah mobil Isuzu Elf beserta sopir untuk mengantarkan kami ke tempat tujuan. "Nanti susah cari bus pas pulangnya," kata seorang teman.

Perjalanan dari Jakarta menuju Majalengka memakan waktu kurang lebih sekitar 6-7 jam. Setelah tiba di Majalengka pada hari Sabtu, 23 Januari 2016, sekitar pukul 06:20, kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp Berod dengan menggunakan angkutan mobil bak terbuka. Di tengah perjalanan, kami mendapatkan tambahan 2 orang pendaki yang ikut menumpang di mobil kami. Mereka berdua datang jauh-jauh dari Gresik, katanya. Wuih.

Oh, iya. Sebelumnya, aku ingin memberitahu mengenai jalur-jalur pendakian Gunung Ceremai. Gunung Ceremai memiliki 3 jalur pendakian, yakni Jalur Apuy, Jalur Linggarjati, dan Jalur Palutungan. Di antara ketiga jalur tersebut, Jalur Apuy adalah jalur yang relatif paling mudah dilalui, sedangkan Jalur Linggarjati konon disebut sebagai jalur yang paling susah. Untunglah kami memilih untuk mendaki melalui Jalur Apuy. Fyuh.

Rute Pendakian Gunung Ceremai

Kami akhirnya tiba di basecamp  Berod sekitar pukul 08:15. Di basecamp Berod terdapat beberapa warung makan. Alhamdulillah, kami bisa mengisi perut terlebih dahulu sebelum memulai pendakian. Setelah sarapan dan melakukan persiapan terakhir, kami mulai berangkat mendaki sekitar pukul 09:30.

Tim Pendaki Gunung Ceremai

Jarak antara Pos 1 Berod dengan Pos 2 Arban tidaklah terlalu jauh. Kami bisa mencapainya dalam waktu sekitar 30-45 menit. Jalur menuju Pos 2 Arban masih terasa mudah karena cukup landai.

Nah, perjalanan berikutnya menuju Pos 3 Tegal Masawa adalah termasuk yang paling lama dan sulit. Aku berhasil sampai di Pos 3 Tegal Masawa dalam waktu lebih dari 1,5 jam. Atau mungkin malah 2 jam, ya? Kemudian, di sinilah segalanya berubah menjadi lebih buruk. Pahaku kram! Sungguh sakitnya bukan main. Sepertinya ini disebabkan oleh diriku yang terlalu bersemangat sedari awal mendaki tadi. Seharusnya aku berjalan cukup santai saja.

Trek Pendakian Gunung Ceremai

Aku lalu mendapatkan pertolongan pertama dengan cara dipijat plus diurut, disemport spray penghilang rasa sakit seperti yang dilakukan kepada pemain bola yang menderita cedera, serta dibebat. Full treatment pokoknya. Hahaha.

Kemudian, ketika itulah aku berpikir, apakah aku akan melanjutkan pendakian hingga Pos 5 Sanghyang Rangkah, tempat kami berencana untuk mendirikan tenda? Ataukah aku memilih untuk turun kembali ke Pos 1 Berod, tetapi kemungkinannya adalah aku akan turun sendirian? Pilihan manapun, sepertinya tidak ada yang ringan. Baiklah. Aku putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Untunglah ada 2 orang teman yang mau menemani sebagai sweeper. I owe you both a lot, guys.

Perjalanan dari Pos 3 tegal Masawa menuju Pos 4 Tegal Mamuju biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit. Namun, dengan kondisi kakiku yang kram seperti ini, sepertinya aku akan membutuhkan minimal 2 kali lipat dari waktu yang dibutuhkan.

Bagaimana caraku melanjutkan perjalanan? Well, sebenarnya ini sangat menyebalkan. Aku hanya bisa berjalan dalam waktu yang singkat sebelum kramku kambuh. Jika kramku kambuh, maka aku harus mengistirahatkan kakiku sampai bisa digunakan untuk berjalan kembali. Lamanya istirahat pun bisa bervariasi, tergantung seberapa parah kambuhnya. Terkadang, aku hanya membutuhkan istirahat selama 2-3 menit saja. Namun, ada kalanya aku perlu waktu hingga 20 menit. Aku benar-benar merasa amat sangat merepotkan dan menjadi beban bagi kedua temanku yang menemani. I hate myself for being weak.

Dan akhirnya, sesuai dengan perkiraan, kami bisa mencapai Pos 4 Tegal Mamuju dalam waktu kurang lebih 1,5 jam. Waktu sudah menunjukkan pukul 16:00. Tidak lama lagi malam akan tiba. Maka dari itu, kami tidak menghabiskan banyak waktu di Pos 4 dan lalu melanjutkan perjalanan menuju Pos 5. Menurut apa yang aku baca di Internet, perjalanan menuju Pos 5 Sanghyang Rangkah bisa memakan waktu hingga 1,5 jam. Waduh. Berarti bisa jadi aku akan mencapainya dalam waktu 3 jam, dong. Oke sip.

Hingga pukul 18:00, kami bertiga masih belum sampai ke Pos 5. Langit mulai gelap dan malam pun mulai tiba. Dengan menggunakan headlamp, kami pun terus melanjutkan perjalanan. "Seharusnya Pos 5 tidak jauh lagi," pikir kami. Dan di saat semuanya menjadi semakin gelap seiring berjalannya waktu, hujan pun turun membasahi Gunung Ceremai. Kaki kram, gelap, dan hujan. Sempurnalah hariku.

Untungnya, dugaan kami tidaklah meleset. Pos 5 memang tidak jauh lagi. Dan selang beberapa saat, kami akhirnya tiba di Pos 5 Sanghyang Rangkah. Alhamdulillah. Kami pun segera bergegas menuju tenda yang sudah didirikan oleh teman-teman yang sudah tiba lebih dahulu. Berteduh di dalam tenda dari terpaan hujan, melepas lelah, berbagi cerita pendakian bersama teman-teman, melahap snacks yang sudah disediakan, maka sungguh bahwasanya bahagia itu sangatlah sederhana wujudnya.

Malam itu aku tak kuasa lagi untuk menahan kantuk. Rasa lelah dan sakit karena kram telah menghabiskan hampir semua tenagaku. Aku hanya ingin tidur. Itu saja. Demi memulihkan kondisi agar bisa pulang dengan selamat esok pagi. Oyasumi.

* * *

Minggu, 24 Januari 2016, pagi hari. Udara di luar tenda sangat dingin dan tampak berkabut. Teman-teman sudah berkumpul di depan tenda pada pukul 05:30. Mereka tadinya berencana untuk melihat sunrise di puncak Gunung Ceremai. Tapi, karena rasa lelah dan lain-lain, akhirnya para peserta summit attack baru bersiap setelah fajar menyingsing. Hihihi.

Aku sendiri memilih untuk tidak ikut summit attack. Memang, sangat disayangkan sekali, sih. Tapi, apa boleh buat. Aku tidak ingin kramku kambuh lagi dan aku berpikir sebaiknya menyimpan tenaga untuk turun gunung nanti.

Perjalanan dari Pos 5 Sanghyang Rangkah menuju puncak Gunung Ceremai akan melewati Pos 6 Goa Walet. Untuk menuju Pos 6 Goa Walet, biasanya membutuhkan waktu 2 jam. Sedangkan dari Pos 6 Goa Walet menuju puncak hanya membutuhkan waktu 30 menit saja. Namun, karena teman-teman tidak membawa tas carrier, maka seharusnya waktu tempuhnya menjadi lebih cepat.

Well, tidak banyak yang bisa aku ceritakan mengenai summit attack Gunung Ceremai, karena aku hanya menghabiskan waktu di tenda saja. Hahaha. Bikin kopi, packing persiapan pulang, dan tidur-tiduran adalah kegiatan yang kulakukan selama menunggu di tenda. Membosankan sekali, ya?

Akhirnya teman-teman kembali dari puncak Gunung Ceremai pada sekitar pukul 10:00. Kata mereka, di puncak, matahari sama sekali tidak terlihat karena tertutup kabut. Yah, enggak heran. Mungkin memang sebaiknya waktu yang tepat untuk mendaki gunung adalah pada saat musim kemarau, ketika cuacanya cerah.

Puncak Berkabut

Hujan terus mengguyur Gunung Ceremai sejak pukul 10:00. Akibatnya, kami terpaksa menunda kepulangan kami hingga menunggu hujan reda. Hujan baru mulai reda setelah pukul 15:30. Usai berkemas-kemas, kami akhirnya mulai turun pada pukul 17:00. Iya, ini benar-benar meleset jauh dari rencana itinerary kami.

Perjalanan menuruni Gunung Ceremai ternyata tidak kalah sulit dibandingkan ketika mendaki. Hujan yang mengguyur sejak pagi hari tadi, mengakibatkan jalur yang kami lalui menjadi sangat licin. Entah sudah berapa kali aku terpeleset. Selain licin, tanahnya juga menjadi sulit untuk dipijak. Terkadang, kami membutuhkan waktu untuk memilih-milih area mana yang aman untuk dijadikan pijakan.

Licinnya tanah akhirnya mendatangkan petaka. Salah satu teman kami terkilir kakinya karena jatuh terpeleset. Untungnya, dia masih mampu melanjutkan perjalanan setelah mendapatkan pertolongan pertama. Hujan dan angin datang silih berganti menemani perjalanan kami menuju kaki Gunung Ceremai. Ditambah dengan waktu yang semakin larut, lengkap sudah beban mental yang kuterima saat itu.

Aku tidak suka berjalan dalam kegelapan. Apalagi jika ditambah dengan hujan. Dan sinyal HT yang hilang selama perjalanan. Itu semakin memperburuk keadaaan. Setelah melewati Pos 3 Tegal Masawa, kami akhirnya berhasil mengontak teman-teman yang sudah tiba duluan di basecamp. Mendapatkan keterangan tentang kondisi regu kami, akhirnya teman-teman di basecamp berinisiatif meminta bantuan ranger untuk menjemput kami.

Kami akhirnya berpapasan dengan ranger di tengah perjalanan. Ada dua orang ranger ditambah satu orang lagi yang mengendarai motor. Temanku yang keselo akhirnya menumpang bersama ranger yang mengendarai motor, sedangkan dua orang sisanya menemani kami selama perjalanan turun.

Melihat cara jalanku yang sudah sempoyongan (mungkin akibat tekanan mental), seorang ranger menawarkan bantuan untuk membawakan tas carrier-ku. Lumayan, dengan begitu aku bisa berjalan agak lebih lurus. Hahaha.

Kami tiba di Pos 1 basecamp Berod sekitar pukul 21:30. Yah, perjalanan menuruni gunung memang selalu lebih cepat daripada ketika mendaki. Berhasil sampai di basecamp berarti kami sudah "selamat" sampai di kaki Gunung Ceremai. Perjalanan selanjutnya hanyalah tinggal menuju Jakarta dengan mengendarai mobil. Gampang. Setelah selesai makan dan bersih-bersih, kami akhirnya pulang. Pulang ke Jakarta. Hore!

* * *

Wow! Ternyata panjang juga, ya, tulisan perjalananku ini. Jika kita baca sekilas, sepertinya mendaki gunung adalah aktivitas yang cukup berbahaya. Bisa iya, bisa juga tidak. Mendaki gunung tentu bukanlah aktivitas main-main. Nyawa kita bisa menjadi taruhannya selama perjalanan ini. Oleh karena itu, persiapan yang matang amat sangat dibutuhkan dalam melakukan aktivitas ini, baik fisik maupun mental serta berbagai macam perlengkapannya. Jika persiapannya sudah benar-benar matang, insya Allah kita bisa beradaptasi dengan segala kondisi yang kita hadapi di gunung.

Jadi, kapok naik gunung, enggak?

Komentar